![]() |
Staff hotel membuka kamar (source:pixabay.com) |
HC-Industri perhotelan adalah bisnis yang hidup dari
keseimbangan sempurna antara layanan prima dan efisiensi operasional. Salah
satu keputusan paling krusial yang menentukan kesuksesan hotel adalah metode
perekrutan karyawan. Di dunia hospitality, ada dua sistem yang saling
bersaing: PAR (Per Available Room) yang tradisional dan POR
(Per Occupied Room) yang lebih modern.
PAR, sistem klasik dengan rasio 1:1 (100 kamar = 100
karyawan), dulu menjadi standar emas hotel-hotel berbintang. Sistem ini
menjamin layanan konsisten karena staf selalu tersedia, cocok untuk hotel luxury
seperti Four Seasons atau Ritz-Carlton. Namun di balik keunggulannya, PAR
menyimpan bom waktu bernama biaya operasional yang membengkak saat okupansi
rendah.
Di sisi lain, POR muncul sebagai jawaban atas tuntutan efisiensi di era modern. Hotel-hotel jaringan level menengah mengadopsi sistem ini dengan dukungan teknologi forecasting canggih. Mereka hanya mempekerjakan staf sesuai kamar terisi, menghemat hingga 30% biaya tenaga kerja. Tapi hati-hati, sistem ini bisa berubah jadi bumerang saat terjadi lonjakan tamu tak terduga.
Tantangan terberat justru dihadapi hotel-hotel daerah.
Bayangkan sebuah resort di Labuan Bajo yang diharapkan masyarakat setempat
untuk menyerap tenaga kerja lokal. Saat high season, mereka butuh banyak staf.
Tapi ketika low season tiba, manajemen dihadapkan pada pilihan sulit:
mempertahankan karyawan dengan biaya tinggi atau mengurangi staf dan merusak
hubungan dengan masyarakat.
Solusi cerdasnya? Hybrid system! Beberapa smart hotel
mulai menerapkan PAR untuk departemen krusial seperti housekeeping dan front
office, sementara bagian lain menggunakan POR. Mereka juga mengembangkan
program multi-skilling, dimana satu karyawan terlatih untuk berbagai posisi.
Jadi saat terjadi fluktuasi okupansi, penyesuaian bisa dilakukan tanpa
mengorbankan layanan.
Teknologi menjadi game changer dalam sistem rekrutmen
modern. Hotel-hotel canggih kini menggunakan AI untuk memprediksi okupansi
hingga algoritma penjadwalan otomatis. Alih-alih mempekerjakan staf tetap,
mereka mengembangkan pool karyawan paruh waktu yang siap bekerja saat
dibutuhkan. Sistem ini memungkinkan fleksibilitas maksimal dengan biaya
terkontrol.
Pilihan antara PAR dan POR bukan sekadar
hitung-hitungan bisnis biasa. Ini tentang filosofi manajemen: apakah Anda ingin
mengutamakan konsistensi layanan atau efisiensi biaya? Luxury Hotel akan
tetap bertahan dengan PAR, sementara hotel budget beralih ke POR. Tapi satu hal
yang pasti - di era disruptif ini, hanya hotel yang mampu beradaptasi dengan
sistem hybrid dan memanfaatkan teknologi yang akan memenangkan persaingan.
Jadi, sistem mana yang sedang Anda gunakan? Atau mungkin
sudah saatnya melakukan evaluasi ulang sebelum kompetisi semakin ketat? (*)