HC-Industri perhotelan sedang menghadapi ujian berat.
Di satu sisi, ketergantungan pada Online Travel Agent (OTA) semakin dalam
dengan komisi yang menggerus profit. Di sisi lain, segmen tradisional seperti
pemerintah dan korporat sedang menahan anggaran. Lalu bagaimana hotel bisa
bertahan dan bahkan tumbuh di situasi seperti ini?
Kenyataan pahit yang dihadapi banyak hotelier adalah
okupansi tinggi tidak selalu berarti sehat. Bayangkan, sebuah hotel dengan
okupansi 80% terlihat bagus di permukaan. Tapi ketika lebih dari 50% tamu datang dari OTA
yang mengambil komisi 25-30%, profit yang tersisa bisa sangat tipis. Padahal,
komposisi ideal seharusnya lebih beragam: 25-30% OTA, 20-25% direct
booking, 20-25% corporate, 15-20% MICE/GIT, dan 10-15%
pemerintah/travel agent.
Dominasi OTA melebihi 50% adalah alarm merah, seperti kita ketahui dari banyak properti yang terjebak dalam siklus "okupansi tinggi-tapi profit tipis". Ketika kontribusi OTA mencapai lebih dari 50%, artinya hotel kehilangan 20-30% potential profit yang terbuang untuk komisi. Lebih berbahaya lagi, hotel kehilangan ownership atas data tamu - aset paling berharga di era digital ini.
Situasi semakin pelik di tengah ekonomi yang tidak menentu.
Belanja pemerintah untuk akomodasi dipangkas, perusahaan mengurangi budget
perjalanan, sementara ketergantungan pada OTA terus menggerus margin. Ini
seperti terjepit di antara dua batu besar. Tapi justru di saat seperti inilah
hotel perlu melakukan reset strategi.
Solusi pertama adalah mencari pengganti untuk segmen
pemerintah yang sedang lesu. Daripada mengandalkan proyek pemerintah,
beralihlah ke korporat lokal dan program staycation. Banyak UMKM dan perusahaan
regional yang masih aktif beroperasi dan membutuhkan akomodasi untuk tim mereka.
Tawarkan paket "Workation" yang menggabungkan kamar dengan ruang
meeting kecil. Kolaborasi dengan bisnis lokal seperti restoran atau tempat
wisata bisa menambah nilai jual paket ini.
Kedua,untuk mengurangi ketergantungan pada OTA, hotel perlu lebih agresif dalam menarik pemesanan langsung (direct web booking). Trik sederhana tapi efektif: berikan harga sedikit lebih murah di website resmi hotel dibandingkan di OTA. Tambahkan benefit seperti sarapan gratis atau late checkout untuk tamu yang memesan langsung. Ketiga,buat program "Exclusive Private Sale" via email untuk tamu sebelumnya. Pendekatan ini tidak hanya meningkatkan direct booking, tapi juga membangun hubungan langsung dengan tamu.Di sini,program customer loyality program perlu diimplementasikan oleh seluruh tim penjualan dan front liner.
Keempat, mulai membidik ulang segmen korporat pada level menengah. Kembangkan program khusus dengan tingkatan manfaat berdasarkan volume
pemesanan. Perusahaan kecil bisa mendapatkan diskon 5-10%, sementara yang lebih
besar dapat benefit tambahan seperti meeting room gratis. Bangun tim sales
khusus yang fokus menjangkau perusahaan-perusahaan di wilayah sekitar. Di era
work from anywhere, banyak perusahaan membutuhkan tempat untuk gathering atau
workshop kecil.
Kelima ,Transformasi digital yang tepat sasaran juga krusial.
Daripada investasi besar-besaran, mulailah dengan solusi sederhana seperti
chatbot WhatsApp yang bisa menangani pertanyaan dasar 24 jam. Buat mini-website
khusus yang lebih dinamis untuk korporat dengan fitur permintaan penawaran online. Alokasikan
budget kecil tapi konsisten untuk Google Hotel Ads.
Bagi hotel yang sudah terlanjur bergantung pada OTA, langkah
darurat diperlukan. Mulailah dengan audit sederhana: catat sumber tamu selama
seminggu. Identifikasi satu segmen yang paling mungkin dikembangkan, misalnya
korporat lokal. Sisihkan 10% inventory khusus untuk direct booking dengan
benefit tambahan. Jika memungkinkan, tambahkan satu staf sales yang fokus pada
segmen ini.
Bagi pemilik bisnis yang berkata, 'saya gak mau tau, yang penting kamar penuh', perlu diberikan pemahaman oleh para manager, bahwa ketergantungan pada OTA sama dengan membayar komisi 25-30% - artinya dari setiap Rp1 miliar pendapatan, Rp250-300 juta justru masuk ke kantong platform digital."Revenue mungkin menggerakkan bisnis hari ini, tetapi nilai (value), integritas, dan tujuan (purpose) yang menentukan relevansinya di masa depan.
Solusi konkretnya adalah dengan melakukan diversifikasi
sumber tamu secara bertahap: alihkan 20% dari ketergantungan OTA ke direct
booking dan korporat, yang bisa menghemat Rp200 juta/bulan - setara dengan
menaikkan Average Daily Rate (ADR) sebesar Rp50.000 tanpa perlu menaikkan harga
kamar. Presentasikan strategi ini melalui visualisasi data sederhana yang
menunjukkan perbandingan cash flow saat ini versus potensi optimal, serta mulai
dengan pilot project alokasi 10 kamar per hari khusus untuk direct booking
sebagai bukti konsep.
Kunci sukses di masa sulit adalah kembali ke core
business perhotelan: membangun
hubungan langsung dengan tamu. Daripada hanya
berfokus pada okupansi, ukurlah kesehatan bisnis dari kontribusi masing-masing
saluran distribusi. Mulailah dengan langkah kecil tapi konkret, seperti
meningkatkan direct booking 5% dalam sebulan.
Di tengah semua tantangan ini, satu hal yang pasti: hotel yang mampu menyeimbangkan sumber tamunya akan lebih resilien menghadapi badai krisis. Saatnya beralih dari ketergantungan pada OTA menuju model bisnis yang lebih berkelanjutan.
Sudahkah Anda menganalisis sumber tamu di hotel Anda selama sebulan terakhir?Strategi apa yang paling mungkin segera Anda terapkan? (*)