Terjebak Rantai OTA? 5 Strategi Menyeimbangkan Channel Distribusi di Tengah Lemahnya Daya Beli

Hospitama Consulting
4 minute read
0

 

Ilustrasi wisatawan mengamati fitur hotel (photo: frepik.com)

HC-Industri perhotelan sedang menghadapi ujian berat. Di satu sisi, ketergantungan pada Online Travel Agent (OTA) semakin dalam dengan komisi yang menggerus profit. Di sisi lain, segmen tradisional seperti pemerintah dan korporat sedang menahan anggaran. Lalu bagaimana hotel bisa bertahan dan bahkan tumbuh di situasi seperti ini?

 

Kenyataan pahit yang dihadapi banyak hotelier adalah okupansi tinggi tidak selalu berarti sehat. Bayangkan, sebuah hotel dengan okupansi 80% terlihat bagus di permukaan. Tapi ketika lebih dari 50% tamu datang dari OTA yang mengambil komisi 25-30%, profit yang tersisa bisa sangat tipis. Padahal, komposisi ideal seharusnya lebih beragam: 25-30% OTA, 20-25% direct booking, 20-25% corporate, 15-20% MICE/GIT, dan 10-15% pemerintah/travel agent.

 

Dominasi OTA melebihi 50% adalah alarm merah, seperti kita ketahui dari banyak properti yang terjebak dalam siklus "okupansi tinggi-tapi profit tipis". Ketika kontribusi OTA mencapai lebih dari 50%, artinya hotel kehilangan 20-30% potential profit yang terbuang untuk komisi. Lebih berbahaya lagi, hotel kehilangan ownership atas data tamu - aset paling berharga di era digital ini.

 

Situasi semakin pelik di tengah ekonomi yang tidak menentu. Belanja pemerintah untuk akomodasi dipangkas, perusahaan mengurangi budget perjalanan, sementara ketergantungan pada OTA terus menggerus margin. Ini seperti terjepit di antara dua batu besar. Tapi justru di saat seperti inilah hotel perlu melakukan reset strategi.

 

Solusi pertama adalah mencari pengganti untuk segmen pemerintah yang sedang lesu. Daripada mengandalkan proyek pemerintah, beralihlah ke korporat lokal dan program staycation. Banyak UMKM dan perusahaan regional yang masih aktif beroperasi dan membutuhkan akomodasi untuk tim mereka. Tawarkan paket "Workation" yang menggabungkan kamar dengan ruang meeting kecil. Kolaborasi dengan bisnis lokal seperti restoran atau tempat wisata bisa menambah nilai jual paket ini.

 

Kedua,untuk mengurangi ketergantungan pada OTA, hotel perlu lebih agresif dalam menarik pemesanan langsung (direct  web booking). Trik sederhana tapi efektif: berikan harga sedikit lebih murah di website resmi hotel dibandingkan di OTA. Tambahkan benefit seperti sarapan gratis atau late checkout untuk tamu yang memesan langsung. Ketiga,buat program "Exclusive Private Sale" via email untuk tamu sebelumnya. Pendekatan ini tidak hanya meningkatkan direct booking, tapi juga membangun hubungan langsung dengan tamu.Di sini,program customer loyality program perlu diimplementasikan oleh seluruh tim penjualan dan front liner.

 

Keempat, mulai membidik ulang segmen korporat pada  level menengah. Kembangkan program khusus dengan tingkatan manfaat berdasarkan volume pemesanan. Perusahaan kecil bisa mendapatkan diskon 5-10%, sementara yang lebih besar dapat benefit tambahan seperti meeting room gratis. Bangun tim sales khusus yang fokus menjangkau perusahaan-perusahaan di wilayah sekitar. Di era work from anywhere, banyak perusahaan membutuhkan tempat untuk gathering atau workshop kecil.

 

Kelima ,Transformasi digital yang tepat sasaran juga krusial. Daripada investasi besar-besaran, mulailah dengan solusi sederhana seperti chatbot WhatsApp yang bisa menangani pertanyaan dasar 24 jam. Buat mini-website khusus yang lebih dinamis untuk korporat dengan fitur permintaan penawaran online. Alokasikan budget kecil tapi konsisten untuk Google Hotel Ads. 

 

Bagi hotel yang sudah terlanjur bergantung pada OTA, langkah darurat diperlukan. Mulailah dengan audit sederhana: catat sumber tamu selama seminggu. Identifikasi satu segmen yang paling mungkin dikembangkan, misalnya korporat lokal. Sisihkan 10% inventory khusus untuk direct booking dengan benefit tambahan. Jika memungkinkan, tambahkan satu staf sales yang fokus pada segmen ini.

 

Bagi pemilik bisnis yang  berkata, 'saya gak mau  tau, yang penting kamar penuh', perlu diberikan pemahaman oleh para manager, bahwa ketergantungan pada OTA sama dengan membayar komisi 25-30% - artinya dari setiap Rp1 miliar pendapatan, Rp250-300 juta justru masuk ke kantong platform digital."Revenue mungkin menggerakkan bisnis hari ini, tetapi nilai (value), integritas, dan tujuan (purpose) yang menentukan relevansinya di masa depan.

 

Solusi konkretnya adalah dengan melakukan diversifikasi sumber tamu secara bertahap: alihkan 20% dari ketergantungan OTA ke direct booking dan korporat, yang bisa menghemat Rp200 juta/bulan - setara dengan menaikkan Average Daily Rate (ADR) sebesar Rp50.000 tanpa perlu menaikkan harga kamar. Presentasikan strategi ini melalui visualisasi data sederhana yang menunjukkan perbandingan cash flow saat ini versus potensi optimal, serta mulai dengan pilot project alokasi 10 kamar per hari khusus untuk direct booking sebagai bukti konsep.

 

Kunci sukses di masa sulit adalah kembali ke core business  perhotelan: membangun hubungan langsung dengan tamu. Daripada hanya berfokus pada okupansi, ukurlah kesehatan bisnis dari kontribusi masing-masing saluran distribusi. Mulailah dengan langkah kecil tapi konkret, seperti meningkatkan direct booking 5% dalam sebulan.

 

Di tengah semua tantangan ini, satu hal yang pasti: hotel yang mampu menyeimbangkan sumber tamunya akan lebih resilien menghadapi badai krisis. Saatnya beralih dari ketergantungan pada OTA menuju model bisnis yang lebih berkelanjutan.

Sudahkah Anda menganalisis sumber tamu di hotel Anda selama sebulan terakhir?Strategi apa yang paling mungkin segera Anda terapkan? (*)


#hospitality #konsultanhotel ##horeca

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)